Minggu, 16 September 2012

Situs Kedaton Ratu Kalinyamat (Blayangan ke Kalinyamatan)


Sabtu, 15 September 2012

Musim kemarau yang kering, sempat terbersit rencana untuk ekspedisi ke Situs Megalithik Candi Angin di Puncak Muria. Setelah mempertimbangkan badan yang kurang fit dan memang lagi malas, Rencana tiba-iba berubah untuk melanjutkan perburuan situs-situs Ratu kalinyamat. Kali ini, tujuannya mencari situs lokasi kedaton Ratu Kalinyamat yang ada di kecamatan kalinyamatan. Dari browsing, didapatkan informasi yang cukup menggembirakan dari tulisan Ibu Chusnul Hayati dari Jurusan Sejarah Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro, Semarang. 
Tulisan itu berisikan laporan P.J. Veth (1912) yang mencatat bahwa Kalinyamat pernah menjadi tempat kedudukan Ratu Jepara, suatu tempat yang ditemukan jejak-jejak atau bekas kebesaran masa lalu. Meski pun penduduk setempat dan para pegawai sama sekali tidak tahu  tempat yang tepat dari  bekas istana, tetapi setiap orang berbicara mengenai Ratu Kalinyamat.  Di berbagai desa seperti Purwogondo, Robayan, Kriyan, dan tempat-tempat lain terdapat legenda mengenai Ratu Kalinyamat. Ada dugaan Krian mungkin merupakan tempat para "rakriya" (para bangsawan). Beberapa tempat di daerah ini masih bernama Pecinan, padahal tidak ada lagi orang Cina yang bertempat tinggal di situ. Kemudian diketahui bahwa desa Robayan dan beberapa desa lainnya masih memakai nama Kauman.

Di tempat-tempat tertentu orang masih menyebutnya dengan nama Sitinggil (Siti-inggil), yang terletak di tengah-tengah tanah tegalan. Di situ ditemukan dinding tembok dari kraton lama yang diperkirakan panjang kelilingnya antara 5-6 km persegi. Di sana sini terdapat benteng yang menonjol ke luar. Batas-batas dari kraton kira-kira meliputi sepanjang jalan besar Kudus, Jepara, Kali Bakalan, yang pada tahun 1900-an merupakan garis batas antara onderdistrik Pacangaan, Welahan, dan Kali Kecek. Di kebanyakan tempat, tembok-tembok kraton itu masih dalam kondisi yang bagus. Di suatu tempat yang disebut Sitinggil, memang ditemukan bangunan batu bata yang ditinggikan, sementara di  tempat lain menunjukkan  adanya tempat mandi. Dengan melalui penggalian percobaan di beberapa tempat dapat ditemukan adanya dinding-dinding benteng yang sangat berat yang memanjang sampai beberapa ratus meter. Di tempat itu juga ditemukan fondasi-fondasi yang terbuat dari batu bata yang lebih kecil ukurannya dari pada emplasemen Majapahit. Batu-batu bata ini telah diambili  dan dimanfaatkan oleh penduduk.

Di samping itu P.J. Veth memperoleh temuan penting dari berita Portugis mengenai "Cerinhama" atau "Cherinhama" yang disebut sebagai ibukota sebuah kerajaan laut atau kota pelabuhan Jepara yang terletak 3 mil atau kira-kira 12,5 pal ke pedalaman. Di tempat itu lah letak reruntuhan kraton Kalinyamat yang menjadi tempat kedudukan atau peristirahatan Ratu Jepara. (Veth III, 1882 : 762).

Diperkirakan bahwa selama menjadi penguasa Jepara, Ratu Kalinyamat tidak tinggal di Kalinyamat, akan tetapi di sebuah tempat semacam istana di kota pelabuhan Jepara. Sumber-sumber Belanda awal abad ke-17 menyebutkan bahwa di kota pelabuhan terdapat semacam istana raja (koninghof). Hal ini berarti bahwa Ratu Kalinyamat sebagai tokoh masyarakat bahari memang tinggal di kota pelabuhan, sementara itu daerah Kalinyamat hanya dijadikan sebagai tempat peristirahatan.

So, berita-berita dari 100 tahun lalu itu sungguh menggembirakan. Sesampainya di lokasi yang ditujuk, informasi dari masyarakat juga membuat makin semangat untuk mencari situs itu. Nah, ini foto udara mengenai lokasi yang diduga merupakan salah satu keraton Ratu Kalinyamat :

Lokasi Kriyan, tempat sitihinggil kalinyamat berada (wikimapia.org)


Lokasi Sitihinggil yang terletak di tegalan kosong (wikimapia.org)

Lokasi yang ditunjukkan oleh warga, ternyata jauh dari apa yang kubayangkan. Lokasi yang dulu pernah digali seratus tahunn lalu, sekarang tinggal gundukan tanah yang menggunung dan di sekitar lokasi menjadi tempat membuang sampah dan tempat membakar sampah warga. Industri pembuatan bubuk bata juga makin mempercepat hilangnya situs yang dulu pernah digali. Tapi, mungkin situs ini dulu memang sengaja ditimbun kembali sampai berupa gundukan tanah dengan maksud untuk mengamankan situs itu sendiri, terutama untuk menyelamatkan situs sitihinggil.

Gundukan tanah yang disebut warga sebagai Sitihinggil


Contoh batu bata kuno (?) yang masih ditemukan di permukaan gundukan


di gundukan itu masih ditemukan beberapa pecahan yang dicurigai sebagai bata kuno. Gundukan ini menurut pengamatan sekilas dari permukaan, tampaknya memang mengandung batu bata terpendam dalam jumlah banyak. Warga sekitar tidak berani membongkar gundukan itu, kebanyakan karena alasan yang umum : takut kuwalat. Alasan ini juga ada positifnya, sehingga sepetak tanah kosong itu tidak dihuni sampai sekarang. Jika ingin mengunjungi tempat ini, silakan menuju ke kecamatan kalinyamatan (juga terdapat situs makam ari-ari RA Kartini), dan bisa meminta informasi desa kriyan (pusat kerajinan monel), sampai di desa kriyan, hampir setiap orang tahu lokasi siti inggil ini. Lokasi ini tepat berada di belakang SMP Islam Sultan Agung 2.

Plang penunjuk desa kriyan, pusat kerajinan monel


Setelah puas menengok situs yang diduga sebagai lokasi siti hinggil Kedaton Kalinyamat, perjalanan dilanjutkan ke 2 km selatan situs sitihinggil, yaitu "Kutho Bedhah". Lokasinya sekitar 3-4 km ke arah barat daya sitihinggil. Menurut informasi dari wikipedia, kata "kutho bedhah" ini berasal dari kenangan masa clash II ketika masjid robayan dijatuhi bom pesawat belanda, tetapi bom itu meleset dan jatuh di desa robayan dan lokasi itu kemudian disebut sebagai "kutho bedhah". Terus terang saya tidak percaya informasi itu. Terlalu berlebihan bila desa kecil pada tahun 40-an, setelah di bom belanda, kemudian menjadi "kutho bedhah", kok tidak dinamakan "desa bedhah" ??
Sampai di lokasi, secara tidak sengaja saya bertemu dengan bapak yanto (mantan tentara, tidak mau difoto). Ketika saya bertanya perihal "kutho bedhah", rupanya beliau juga membenarkan kisah itu dengan semangat dan yakin kalau nama itu berkaitan dengan masa clash II. Entahlah, informasi itu diceritakan dg sangat bertubi dan makin memperbesar keraguanku akan kisah itu. Menurut penduduk muda yang lain, malah tidak tahu asal usul nama "kutho bedhah". Akhirnya ... ketemu dengan bapak Suradi yang berusia sangat sepuh, informasinya berlainan : "kutho bedhah" sudah dikenal sejak jaman "normal" artinya sebelum terjadi clash II dan sebelum jaman jepang, artinya, nama itu mungkin mengingatkan suatu peristiwa besar di masa lalu jauh sebelum tahun 1940-an. Mbah suradi sendiri mengatakan, sejak eyangnya mbah suradi masih hidup, "kutho bedhah" sudah dikenal turun temurun, tanpa bisa menceritakan kenapa diberi nama "kutho bedhah".
Menurut De Graaf (kerajaan islam pertama di jawa, halaman 122) : sepeninggal Sultan pajang pada 1588, terbukalah kesempatan senapati untuk memperluas kekuasaannya. Ada kemungkinan, serangan laskar Mataram yang sudah diperkirakan itu datang pada tahun 1599 (dalam buku "Awal Kebangkitan Mataram" disebutkan bahwa perlu 3 kali serangan besar untuk menundukkan jepara karena diperkuat dengan tembok-tembok benteng) dan berakhirlah pemerintahan Pangeran Jepara. Dalam suatu surat berbahasa belanda tahun 1615 (Colenbrander, Coen, jilid VII, hlm. 45) terdapat kata-kata destructie (penghancuran) kota jepara. Serangan Mataram dari pedalaman ke kota-kota pelabuhan pesisir yang makmur mengakibatkan kerusakan berat.
Pada masa itu, penghancuran suatu kota, biasanya diikuti dengan penghancuran sarana pertahanan militer seperti yang dialami oleh Tuban, Pati, Surabaya. Orang-orang yang melawan dibunuh, yang menyerah dijadikan tenaga kerja budak di pedalaman ... saya rasa, peristiwa besar "Kutho Bedhah" mungkin sekali berkaitan dengan peristiwa serangan besar 1599 yang mengakibatkan kejatuhan Jepara. Tapi ada satu bangunan megah kota jepara yang tidak turut dihancurkan, yaitu sebuah masjid (?) yang berbentuk pagoda yang masih sempat diabadikan dalam lukisan tahun 1660 :

Moskee te Djapara in 1660, Midden-Java (www.kitlv.nl)


tanggul yang mungkin dulunya benteng yang diperkuat dengan tembok bata


tanggul "alami" yang sudah diperkuat lagi oleh warga dengan tanggul baru (panjang tanggul kuno ini 1 km dan nyaris lurus)


bata kuno dan korek jres ... sahabat setia anda !

melihat kontur "alami" ini saya membayangkan, tentunya ini adalah kota yang dipertahankan dengan baik, tingginya tanggul sudah menggambarkan kesulitan-kesulitan yang dihadapi ketika menyerbu kota bagian selatan ini. Di masa sekarang, untuk masuk ke "kutho bedhah" perlu menggunakan persneleng 2 plus gas yang kencang untuk mendaki (honda grand 1992). Setelah selesai mendaki, kutho bedhah ini sangat landai konturnya.
Banyak warga yang memanfaatkan bata-bata kuno di kutho bedhah untuk bangunan dan paling banyak digunakan sebagai bahan baku selep bata, mengubah bata kuno menjadi serbuk bata untuk bahan bangunan. Aktivitas itu sudah marak sejak tahun 1990-an dan mulai agak mereda sekitar tahun 2000-an karena sudah sulit mencari bahan baku bata. Dan memang terbukti, hanya SATU batu bata kuno yang berhasil diabadikan .... ya ndak apa2lah, lumayan sebagai obat capek dan mandi keringat seharian.

Ok, sampai disini dulu petualangan ber-solo karir BOL BRUTU di tanah kalinyamat, kisah tentang masjid robayan akan dibuat di tulisan terpisah ..... Anda Galau ? sumpeg ? ....  ingat ! BLUSUKAN adalah KUNCI ! (Terinspirasi monolog DN Aidit dalam film "Pengkhianatan G-30-S PKI karya Arifin C Noor)